Powered By Blogger

Sabtu, 14 November 2015

Melihat Cerpen TEKO JEPANG Menggunakan Pendekatan Ekspresif

TEKO JEPANG
KARYA : YASSO WINARTO
OLEH RAMA DANU ANGGRIAWAN

Setelah saya membaca cerpen yang berjudul Toko Jepang, yang saya dapatkan dari buku Memperluas Cakrawala Budaya pada halaman ke 46-48, saya menjadi mengetahui pesan apa yang hendak disampaikan oleh si penulis yakni Yasso Winarto. Penulis mampu membuat saya dapat berimajinasi, seakan-akan saya ikut di dalam cerita pendek tersebut. Menurut saya, cerita yang digambarkan cukup ringan tetapi pesan yang ingin disampaikan oleh penulis sangat mengena dengan tokoh utama yaitu Widodo yang sangat gila harta tetapi tidak mau bekerja dan berusaha.

Penulis ingin menyampaikan bahwa terdapat orang yang dalam kehidupannya tidak mau bersusah payah untuk mendapatkan rezeki, tetapi hanya ingin dengan usaha yang kecil saja. Penulis menuangkannya dalam penggalan cerita berikut.
“Setiap pagi, Widodo keluar gubuknya, meninggalkan istri dan tiga anaknya, membawa plastik murahan berwarna hitam. Sudah seminggu ini persediaan beras di rumah semakin menipis. Istrinya meratap, tetapi widodo hanya mengatakan supaya menunggu beberapa hari ini. “Aku akan pulang dengan tas hitam ini penuh dengan uang puluhan ribu.””

Kemudian saya juga menemukan pesan dalam penggalan berikut.
“”Aku hanya ingin segenggam beras dan ikan asin setiap hari! Aku tak tahan, sungguh, melihat anak-anak menangis karena lapar. Dan itulah sebabnya aku mohon kau lekas-lekas kerja di kantor apapun. Biarlah gajinya sedikit, tapi cukup buat makan setiap harinya!.” Ujar istrinya”
Pesannya bahwa seorang istri menginginkan suaminya untuk bekerja, apapun itu pekerjaannya, istrinya akan selalu mendukung. Walaupun gaji dalam pekerjaannya tersebut hanya bisa untuk membeli segenggam beras dan ikan asin, tetapi yang terpenting halal. Tidak dengan cara seperti di atas yang terlalu menghayal, menginginkan hasil yang banyak tetapi hanya dengan usaha yang ringan, bahkan tanpa usaha.

Dalam penggalan cerita berikut.
“”Untuk seumur hidup diperbudak pekerjaan demi uang beberapa perak? Berkeluh-kesah sampai tua seperti pak darmadji yang telah bungkuk akibat pengabdiannya kepada sekolahnya itu? Tidak! Aku tidak mau jadi budak seumur hidup! Kalau aku bekerja jadi pegawai, nasibku di masa depan sudah jelas: ialah budak melarat yang malang. Aku ingin nasibku tidak sejelek itu, sehingga aku masih bisa memperebutkan nasib baikku.” Jawab widodo”
Pesannya ialah janganlah kita sebagai manusia tidak mau bekerja hanya karena beranggapan bahwa bekerja itu adalah memperbudak diri kita sendiri hanya untuk beberapa uang saja dan bekerja itu dapat membuat kita melarat di masa depan. Tetapi anggaplah bekerja itu bukan untuk memperbudak diri sendiri, melainkan untuk berguna bagi kehidupan kita sehari-hari, dapat membantu kita dalam perekonomian. Walaupun yang dihasilkan seharinya hanya cukup buat makan sehari itu saja, tetapi kita sebagai manusia juga harus tekun dalam menjalani suatu pekerjaan.

Lagi-lagi si penulis menyampaikan pesan, yaitu ketika kita menginginkan sesuatu, janganlah kita menggunakan cara-cara yang salah, cara-cara yang tidak halal, bahkan cara-cara tersebut dapat merugikan orang lain. Seperti dalam cerita pendek Teko Jepang ini, yang menceritakan seorang widodo yang menginginkan uang banyak, menginginkan kekayaan, tetapi dia hanya membohongi si pembeli (Mister Tammy). Seperti dalam penggalan berikut.
“”Tepatnya, Mister, teko ini dibuat di Tibet oleh salah seorang seniman yang khusus dipesan oleh Sri Maharaja Nang. Seorang tua telah Raja berikan kepada dutanya yang dikirim ke Sriwijaya. Teko ini untuk upacara minum teh. Sebuah jamuan kenegaraan antara Tiongkok dengan semua negara sahabat!””

Pesan selanjutnya yaitu ketika kita berbohong, suatu saat juga pasti akan ketahuan, kapanpun itu waktunya, bisa cepat bisa lambat. Ibarat, bangkai itu suatu saat pasti akan tercium juga. Seperti dalam cerita pendek Teko Jepang ini, Widodo yang ingin membodohi Mister Tammy, akhirnya gagal ketika Mister Tammy memanggil Tuan Wahyono, yakni seorang ahli keramik. Kemudian Tuan Wahyono mengamati dengan seksama Teko Tersebut. Dan hasilnya Teko tersebut adalah buatan jepang dan usianya masih sangat muda, tidak seperti apa yang dikatakan oleh Widodo yaitu teko tersebut dibuat di tibet, yang dipesan khusus oleh Sri Maharaja Nang, dan usianya 18 abad. Seperti dalam penggalan cerita berikut.

“”Alangkah indahnya keramik ini,” katanya dingin dan mata widodo bersinar-sinar. “sayang sekali,ujungnya agak retak. Naganya bagus!” kedua lelaki yang mendengar komentar ini tak berani membuka mulut . “ini adalah teko buatan jepang,” kata tuan wahyono kemudian. Teko tadi lalu dislentik-slentiknya, sehingga berbunyi tig tig tig. “Tapi, sayang sekali, Tam, usianya masih muda sekali. Lihat ini! Suaranya tidak bening. Kalau keramik antik, bunyinya ting ting ting. Bukan tig tig tig. Keramik kuno tidak punya pantat semacam ini. Pantatnya terusan. Ini jelas keramik jepang yang masih muda sekali usianya.” Sambungnya dengan nada datar.”

Dari cerpen yang ditulis oleh Yasso Winarto, pesan yang ingin disampaikan penulis menurut saya yaitu, ketika kita menginginkankan suatu hal, janganlah kita mengambil jalan pintas, berusahalah dengan sebaik-baiknya agar hal yang didapatkan juga baik. Dan dalam berusaha, janganlah kita berbohong, karena suatu kebohongan suatu saat pasti akan terkuak.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar