TEKO JEPANG
KARYA : YASSO
WINARTO
OLEH RAMA DANU
ANGGRIAWAN
Setelah
saya membaca cerpen yang berjudul Toko
Jepang, yang saya dapatkan dari buku Memperluas
Cakrawala Budaya pada halaman ke 46-48, saya menjadi mengetahui pesan apa
yang hendak disampaikan oleh si penulis yakni Yasso Winarto. Penulis mampu
membuat saya dapat berimajinasi, seakan-akan saya ikut di dalam cerita pendek
tersebut. Menurut saya, cerita yang digambarkan cukup ringan tetapi pesan yang
ingin disampaikan oleh penulis sangat mengena dengan tokoh utama yaitu Widodo
yang sangat gila harta tetapi tidak mau bekerja dan berusaha.
Penulis
ingin menyampaikan bahwa terdapat orang yang dalam kehidupannya tidak mau
bersusah payah untuk mendapatkan rezeki, tetapi hanya ingin dengan usaha yang
kecil saja. Penulis menuangkannya dalam penggalan cerita berikut.
“Setiap
pagi, Widodo keluar gubuknya, meninggalkan istri dan tiga anaknya, membawa
plastik murahan berwarna hitam. Sudah seminggu ini persediaan beras di rumah
semakin menipis. Istrinya meratap, tetapi widodo hanya mengatakan supaya
menunggu beberapa hari ini. “Aku akan pulang dengan tas hitam ini penuh dengan
uang puluhan ribu.””
Kemudian
saya juga menemukan pesan dalam penggalan berikut.
“”Aku
hanya ingin segenggam beras dan ikan asin setiap hari! Aku tak tahan, sungguh,
melihat anak-anak menangis karena lapar. Dan itulah sebabnya aku mohon kau
lekas-lekas kerja di kantor apapun. Biarlah gajinya sedikit, tapi cukup buat
makan setiap harinya!.” Ujar istrinya”
Pesannya
bahwa seorang istri menginginkan suaminya untuk bekerja, apapun itu
pekerjaannya, istrinya akan selalu mendukung. Walaupun gaji dalam pekerjaannya
tersebut hanya bisa untuk membeli segenggam beras dan ikan asin, tetapi yang
terpenting halal. Tidak dengan cara seperti di atas yang terlalu menghayal,
menginginkan hasil yang banyak tetapi hanya dengan usaha yang ringan, bahkan
tanpa usaha.
Dalam
penggalan cerita berikut.
“”Untuk
seumur hidup diperbudak pekerjaan demi uang beberapa perak? Berkeluh-kesah
sampai tua seperti pak darmadji yang telah bungkuk akibat pengabdiannya kepada
sekolahnya itu? Tidak! Aku tidak mau jadi budak seumur hidup! Kalau aku bekerja
jadi pegawai, nasibku di masa depan sudah jelas: ialah budak melarat yang
malang. Aku ingin nasibku tidak sejelek itu, sehingga aku masih bisa
memperebutkan nasib baikku.” Jawab widodo”
Pesannya
ialah janganlah kita sebagai manusia tidak mau bekerja hanya karena beranggapan
bahwa bekerja itu adalah memperbudak diri kita sendiri hanya untuk beberapa
uang saja dan bekerja itu dapat membuat kita melarat di masa depan. Tetapi
anggaplah bekerja itu bukan untuk memperbudak diri sendiri, melainkan untuk
berguna bagi kehidupan kita sehari-hari, dapat membantu kita dalam
perekonomian. Walaupun yang dihasilkan seharinya hanya cukup buat makan sehari
itu saja, tetapi kita sebagai manusia juga harus tekun dalam menjalani suatu
pekerjaan.
Lagi-lagi
si penulis menyampaikan pesan, yaitu ketika kita menginginkan sesuatu,
janganlah kita menggunakan cara-cara yang salah, cara-cara yang tidak halal, bahkan
cara-cara tersebut dapat merugikan orang lain. Seperti dalam cerita pendek Teko Jepang ini, yang menceritakan
seorang widodo yang menginginkan uang banyak, menginginkan kekayaan, tetapi dia
hanya membohongi si pembeli (Mister Tammy). Seperti dalam penggalan berikut.
“”Tepatnya,
Mister, teko ini dibuat di Tibet oleh salah seorang seniman yang khusus dipesan
oleh Sri Maharaja Nang. Seorang tua telah Raja berikan kepada dutanya yang
dikirim ke Sriwijaya. Teko ini untuk upacara minum teh. Sebuah jamuan kenegaraan
antara Tiongkok dengan semua negara sahabat!””
Pesan
selanjutnya yaitu ketika kita berbohong, suatu saat juga pasti akan ketahuan,
kapanpun itu waktunya, bisa cepat bisa lambat. Ibarat, bangkai itu suatu saat
pasti akan tercium juga. Seperti dalam cerita pendek Teko Jepang ini, Widodo yang ingin membodohi Mister Tammy, akhirnya
gagal ketika Mister Tammy memanggil Tuan Wahyono, yakni seorang ahli keramik.
Kemudian Tuan Wahyono mengamati dengan seksama Teko Tersebut. Dan hasilnya Teko
tersebut adalah buatan jepang dan usianya masih sangat muda, tidak seperti apa
yang dikatakan oleh Widodo yaitu teko tersebut dibuat di tibet, yang dipesan
khusus oleh Sri Maharaja Nang, dan usianya 18 abad. Seperti dalam penggalan
cerita berikut.
“”Alangkah
indahnya keramik ini,” katanya dingin dan mata widodo bersinar-sinar. “sayang
sekali,ujungnya agak retak. Naganya bagus!” kedua lelaki yang mendengar
komentar ini tak berani membuka mulut . “ini adalah teko buatan jepang,” kata
tuan wahyono kemudian. Teko tadi lalu dislentik-slentiknya, sehingga berbunyi
tig tig tig. “Tapi, sayang sekali, Tam, usianya masih muda sekali. Lihat ini!
Suaranya tidak bening. Kalau keramik antik, bunyinya ting ting ting. Bukan tig
tig tig. Keramik kuno tidak punya pantat semacam ini. Pantatnya terusan. Ini
jelas keramik jepang yang masih muda sekali usianya.” Sambungnya dengan nada
datar.”
Dari
cerpen yang ditulis oleh Yasso Winarto, pesan yang ingin disampaikan penulis
menurut saya yaitu, ketika kita menginginkankan suatu hal, janganlah kita
mengambil jalan pintas, berusahalah dengan sebaik-baiknya agar hal yang
didapatkan juga baik. Dan dalam berusaha, janganlah kita berbohong, karena
suatu kebohongan suatu saat pasti akan terkuak.